Anda galau dalam mengelompokkan siswa di kelas dan sering bingung karena pemahaman pembelajaran terdiferensiasi masih minim? Lewat tulisan ini kita akan belajar cara mengelompokkan siswa berdasarkan KESIAPAN BELAJAR sesuai tuntutan Kurikulum Merdeka.
Menurut Verina (2019), kesiapan belajar mencakup beberapa indikator yang terdiri atas kondisi fisik, kondisi mental, kondisi emosional, kebutuhan, motif, tujuan, dan pengetahuan.
Tentu untuk mengetahui kesiapan belajar siswa, perlu dilakukan asesmen diagnostik kognitif dan non kognitif, boleh dengan menganalisis nilai rapor siswa, menganalisis catatan guru sebelumnya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada siswa atau melakukan wawancara khusus, membuat tes prasyarat atau tes awal, dan menggunakan angket agar nanti guru, misalnya, mudah menjembatani antara yang diketahui dan yang tidak diketahui siswa.
Biasanya guru membagi kelas atas:
1. Kelompok besar
2. Kelompok kecil
3. Berpasangan
4. Individu
Nah, ada 3 STRATEGI mengelompokkan siswa berdasarkan kesiapan belajar:
1. KELOMPOK DENGAN TINGKAT KESIAPAN BELAJAR YANG BERVARIASI/ BERBEDA
Misalnya, hasil diagnostik mapel Bahasa Indonesia, ada siswa yg membaca masih terbata-bata ditempatkanlah dalam satu kelompok dengan siswa yang sudah lancar membaca. Dalam mapel Matematika misalnya, siswa yang telah memahami konsep luas permukaan gabungan kubus dan balok dibuat satu kelompok dengan siswa yang sama sekali belum memahami konsep luas permukaan kubus dan balok maupun luas permukaan gabungannya. Tujuannya agar siswa bisa saling belajar dan saling membantu memahami materi yang diajarkan.
2. KELOMPOK DENGAN TINGKAT KESIAPAN BELAJAR YANG SAMA
Misalnya, siswa yg membaca masih dengan terbata-bata ditempatkan dalam satu kelompok, dan siswa yang sudah lancar membaca dibuat dalam kelompok lain. Dalam mapel Matematika misalnya, siswa yang telah memahami konsep luas permukaan gabungan kubus dan balok dibuat satu kelompok, sedangkan siswa yang sama sekali belum memahami konsep luas permukaan kubus dan balok maupun luas permukaan gabungannya ditempatkan pada kelompok berbeda. Kemudian guru memberikan materi sesuai tingkat kemampuan tiap kelompok. Tujuannya agar siswa dapat belajar sesuai tingkat atau level kemampuannya.
3. KELOMPOK FLEKSIBEL
Siswa dikelompokkan secara acak dalam jangka waktu tertentu berdasarkan variabel pilihan guru, misalnya kedekatan antar siswa, kemampuan bersosialisasi, kebutuhan/kemampuan khusus, minat, atau kemampuan berkolaborasi. Guru dalam membentuk kelompok fleksibel bisa saja seperti membentuk tim impian untuk menyelesaikan projek atau tugas pembelajaran. Bayangkan, dalam satu kelompok projek sains ada sebagai seorang ‘ilmuwan pemula’, ‘pemikir kreatif’, dan ‘pemimpin muda’. Pendekatan ini mendorong kolaborasi yang beragam, siswa dapat menentukan peran masing-masing dalam kelompok, sehingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuan mereka yang unik dan berbeda-beda.
Sahabat PS_Media, saya hadirkan satu STUDI KASUS PEMBELAJARAN TERDIFERENSIASI tentang kesiapan belajar:
Bu Mira mengajar Bahasa indonesia. Bu Mira membagi kelompok dengan tingkat kesiapan belajar yang bervariasi. Beberapa saat setelah membagi kelompok dan menugasi siswa membaca bacaan yang dibagikan, Bu Mira mendapati ada siswa yg sudah selesai membaca, ada yang masih membaca, dan beberapa siswa mulai ribut dan mengganggu teman lainnya. Bu Mira mulai panik dengan kondisi kelompok yang dibentuknya. Menurut sahabat apa yang belum dilakukan Bu Mira dan apa pula yang harus dilakukannya? Mari kita berbagi, silakan bantu Bu Mira di kolom komentar!
Agar pembelajaran dalam kelompok bervariasi berhasil, maka sebaiknya Bu Atik perlu:
a) menurunkan level bacaan siswa sesuai tingkat kesiapan belajar siswa yang paling rendah
b) meminta siswa agar siswa saling membantu (tutor sebaya)
c) tidak menjadikan kecepatan membaca sebagai indikator keberhasilan kelompok
Demikian tulisan kali ini membersamai sahabat, semoga bermanfaat. Salam Perubahan!







0 komentar:
Posting Komentar