Akreditasi Format Baru dan IASP 2020

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) telah merancang perubahan sistem akreditasi, dari paradigma berbasis compliance (administratif) menjadi berbasis performance (kinerja).

IGI, SAGUSABLOG dan Pembelajaran Modern

Ikatan Guru Indonesia (IGI) terus mempersiapkan guru agar siap dengan perubahan sistem pembelajaran modern, termasuk gencar melaksanakan workshop daring SAGUSABLOG (satu guru satu blog).

Belajar di Rumah Ngebosanin?

Anda pasti jauh dari rasa bosan bila berani mencoba "7 Tips Belajar di Rumah". Please energize yourself!

Anda Punya Dokumen untuk Diterjemahkan?

Anda dikejar deadline, Anda juga tidak menguasai bahasa Inggris, dan aplikasi penerjemahanan tidak memuaskan anda? Saatnya anda menghubungi kami.

New Normal: Waspada Covid-19

Memutus mata rantai penyebaran Covid-19 menjadi perhatian semua orang termasuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dan juga warga sekolah lainnya.

Senin, 28 November 2022

4 GAYA BELAJAR ANAK YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH GURU DAN ORANG TUA

Hallo sahabat inspiratif, menjadi kebahagiaan tersendiri bisa menyapa dan tatap maya dengan sahabat semua. Saya awali jumpa kita dengan sebuah pantun: seorang gadis bernama Maya, mengambil air di waduk Pluit. Walau kita hanya bisa tatap maya, hati riang walau tak punya duit, juga tidak pelit tapi mulut terus komat-kamit, menyajikan materi komplit, dan tidak berbelit-belit.

Kurikulum merdeka sudah bergulir dan sudah diterapkan di sekolah-sekolah piloting yang lebih dikenal dengan sekolah penggerak. Bahkan pemerintah mendorong sekolah untuk menerapkan kurikulum merdeka secara mandiri dengan label mandiri belajar, mandiri berubah dan mandiri berbagi. Seiring dengan implementasi kurikulum merdeka tersebut, maka atmosfir dunia pendidikan kita  diramaikan dengan istilah-istilah seperti merdeka belajar, merdeka mengajar, modul ajar, proyek, pembelajaran berdiferensiasi, wellbeing, dan learning style atau gaya belajar.

Pada postingan sebelumnya saya sudah paparkan 3 tips dan trik atau strategi penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, baik dengan diferensiasi konten, diferensiasi proses, maupun diferensiasi produk. Nah, guru akan kesulitan menentukan bentuk diferensiasi apa yang akan diterapkan apabila guru belum mengetahui tingkat kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. Salah satu bentuk profil belajar siswa itu adalah gaya belajar (learning styles).

Bagi sahabat yang masih galau dengan istilah gaya belajar siswa, keep reading ya tulisan ini biar semakin paham dan bagi yang expert dan sudah menerapkannya di kelas silahkan berbagi di kolom komentar agar makin banyak pendidik yang tercerahkan.

Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar adalah kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajar sebagai bentuk tanggung jawab untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.

Sahabat inspiratif, sebenarnya ada banyak versi gaya belajar siswa yang dikemukakan para ahli, namun kali ini kita fokus membahas apa yang diutarakan oleh Fleming dan Mills. Fleming dan Mills menamai gaya belajar dengan THE VARK MODEL. VARK merupakan singkatan dari VISUAL, AUDITHORY, READ & WRITE, dan KINAESTHETIC.

I. GAYA BELAJAR VISUAL

Siswa dengan gaya belajar visual banyak mengandalkan ketajaman penglihatan atau mata dan cenderung lebih menyukai penyampaian informasi dalam bentuk gambar, animasi, peta, diagram, bagan, grafik, simbol, disain, pola, warna, atau hirarki sebagai pengganti kata-kata atau ucapan. Anak visual kurang mampu mengingat informasi yang disampaikan secara lisan serta lebih suka melihat peragaan daripada mendengarkan penjelasan lisan.

II. GAYA BELAJAR AUDITORY

Siswa tipe auditori paling doyan berbicara, mendengarkan ceramah, berdiskusi, mendengarkan radio, menggunakan ponsel, membicarakan berbagai hal, berkomunikasi dengan orang lain dan bahkan berkomunikasi dengan diri sendiri. Bila ada siswa yang suka berbicara ceplas-ceplos tanpa berfikir lebih dulu, itu termasuk gaya auditori. Heheh… Anak jenis auditori menyerap informasi dengan membicarakan informasi itu sendiri sehingga siswa dengan gaya auditori cenderung pintar bercerita, banyak omong namun kesulitan dalam membaca atau menulis.

III. GAYA BELAJAR READ & WRITE

Siswa dengan gaya belajar read & write lebih tertarik dengan informasi yang disampaikan secara tertulis. Tidak heran mereka senang membaca dan menulis, suka bergelut dengan buku, lembar kerja, atau sumber-sumber informasi tertulis lainnya. Mereka tergolong pencatat handal juga. Anak gaya read & write kurang menyukai berbicara dan cenderung menyampaikan ide dengan tulisan.

IV. GAYA BELAJAR KINESTHETIC

Bila sahabat melihat siswa yang antusias melakukan permainan, aktivitas fisik, praktik, ekperimen di laboratorium, simulasi/demonstrasi, suka menonton film ‘kisah nyata’, senang melakukan studi kasus, dan hal aplikatif lainnya, berarti si anak tergolong gaya kinestetik. Mereka banyak mengandalkan tangan, objek nyata, atau gerakan sebagai alat bantu menyerap informasi sehingga tidak heran siswa tipe ini berupaya menggenggam, memegang, mencicipi, atau meraba objek yang mereka anggap sebagai sumber informasi. Anak dengan gaya belajar kinestetik lebih mempercayai pengalaman sendiri daripada harus meyakini pengalaman orang lain.  

Sebenarnya banyak pertanyaan yang menggelayuti pikiran kita saat bersentuhan dengan gaya belajar siswa, di antaranya:

1. Bagaimana mengetahui gaya belajar seorang anak?

2. Perlukah membuat asesmen khusus untuk mengetahui gaya belajar anak?

3. Setelah mengetahui gaya belajar anak, apa yang harus dilakukan?

4. Apakah seorang anak sudah pasti memiliki gaya belajar spesifik?

5. Apakah seorang anak harus diajari sesuai dengan gaya belajarnya?

6. Apakah anak dengan gaya belajar yang sama harus ditempatkan di kelompok yang sama?

7. Apakah seorang anak hanya mampu belajar dengan gaya belajar tertentu?

8. Apabila guru tidak mengetahui gaya belajar anak, apa yang terjadi dengan hasil belajar anak?

9. Bagaimana guru memperlakukan anak dengan gaya belajar yang berbeda?

Selain 9 pertanyaan ini, bisa jadi sahabat masih menyimpan segudang pertanyaan lagi kan?

Baca juga:

3 Tips & Trik Mengoptimalkan Pembelajaran Berdiferensiasi di Kelas

Setelah memaparkan 4 gaya belajar di atas, saya jadi teringat Edgar Dale yang terkenal dengan Edgar Dale Cone of Experience. Dale menegaskan bahwa anak hanya mengingat 10% dari yang mereka baca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% apabila dilihat dan didengar, 70% bila diucapkan dan ditulis, serta 90% apabila mereka melakukannya. Paham kan maksud saya? Misalnya nih, ada siswa dengan gaya belajar auditori hanya dibekali dengan materi berbentuk audio, bila merujuk pada Cone of Experience-nya Edgar Dale maka tingkat pemahamannya hanya 20%. Saya yakin bahwa Dale sedang menggugah kita untuk memberikan pengalaman belajar sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya kepada siswa. Itu adalah pilihan terbaik. Jangan kita lupakan juga pepatah Cina ini: Tell me and I forget, show me and I remember, involve me and I understand (Saya mendengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya melakukan dan saya mengerti).

Banyak ahli yang meragukan kemanjuran teori gaya belajar, namun tidak sedikit yang mendukungnya diterapkan di kelas. Ada ahli yang beranggapan bahwa apabila guru sudah mengenali gaya belajar siswa, maka pembelajaran lebih efisien karena pengajar lebih efektif dalam menentukan strategi pembelajaran. Ada juga yang berpendapat bahwa mengkotak-kotakkan siswa dengan gaya belajar tertentu tidak membuat siswa belajar lebih baik, yang perlu adalah guru memperkenalkan strategi dan metode belajar yang beragam untuk meningkatkan adaptasi belajar siswa.

Okay sahabat inspiratif, saya sudah paparkan 4 jenis gaya belajar siswa, sekarang giliran sahabat menggalinya lebih dalam dan menerapkan yang terbaik di kelas. Teruslah menjadi GURU PEMBELAJAR, banyak belajar banyak ilmu. ALAM TAKAMBANG JADI GURU. Salam perubahan and have a wonderful day!

Jumat, 18 November 2022

3 Tips & Trik Mengoptimalkan Pembelajaran Berdiferensiasi di Kelas

Halo sahabat pendidik dan tenaga kependidikan, senang rasanya bisa menyapa sahabat semua. Semoga sahabat dalam kondisi prima dan selalu dilimpahi kebaikan agar dapat menularkan kebaikan juga kepada orang lain. Kali ini kita akan bahas tuntas secara lengkap tentang pembelajaran berdiferensiasi yang lagi trending di dunia pendidikan khususnya dalam implementasi kurikulum merdeka.

Sahabat perlu tahu mengapa tulisan ini saya buat. Beberapa waktu lalu saya menyebarkan angket melalui aplikasi google formulir untuk mengetahui tingkat pemahaman guru tentang pembelajaran berdiferensiasi. Pertanyaannya seputar pengertian, strategi, dan contoh penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Hasil angket terhadap 136 guru menunjukkan bahwa tingkat pemahaman guru lumayan beragam:  sangat paham (3,7 %), paham (40,4 %), cukup paham (26,5 %), kurang paham (27,2 %), dan sangat tidak paham (2,2 %). Hasil ini masih perlu diuji mengingat ada beberapa hal unik terjadi dimana yang menjawab kurang paham pada soal nomor 1 ternyata hasil pada instrumen-instrumen lainnya menunjukkan pemahaman yang sangat baik dan sebaliknya ada guru yang menjawab sangat paham namun sebenarnya masih kurang paham. Hal yang menggembirakan sekaligus mengejutkan adalah bahwa guru yang menjawab sangat paham, paham, dan cukup paham sudah berada di atas 70%.

Melihat realita di atas maka saya terdorong membuat tulisan ini dengan harapan pemahaman guru terhadap pembelajaran berdiferensiasi semakin baik dan guru memiliki keyakinan untuk mengimplementasikannya di kelas.

Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang memenuhi kebutuhan individu belajar siswa. Sahabat mungkin bertanya, apa mungkin memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam? Ikuti trus paparan ini sampai akhir ya biar sahabat mendapat gambaran yang utuh tentang pembelajaran berdiferensiasi.

Praktik pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan guru di kelas harus didasari oleh 3 hal:

1. READINES (Kesiapan Belajar)

2. INTEREST (Minat)

3. LEARNING PROFILE ( Profil Belajar)

Untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa, guru lebih dulu harus melakukan asesmen diagnostik baik asesmen diagnostik kognitif maupun non kognitif. Misalnya seorang guru IPS yang akan mengajarkan materi tentang ROMA, maka lebih dulu guru mengadakan asesmen diagnostik untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan prrofil belajar siswa. Minat siswa bisa diketahui dengan meminta siswa mengisi kuesioner tentang apa saja yang mereka ingin pelajari tentang Roma. Untuk mengetahui kesiapan belajar, guru membuat kuesioner berisi pertanyaan tentang apa yang sudah siswa ketahui tentang Roma. Terakhir untuk melihat profil belajar siswa, guru merancang dan membagikan kuesioner dengan tagihan bagaimana cara belajar yang mereka inginkan.

Setelah memetakan tingkat kesiapan belajar, minat, dan profil belajar individu siswa serta gaya belajarnya apakah termasuk tipe visual, auditori, atau kinestetik barulah guru dapat merancang pembelajaran diferensiasi yang hendak dilakukan di kelas, apakah diferensiasi KONTEN, PROSES, PRODUK, atau kombinasi ketiganya.


KONTEN: WHAT STUDENTS LEARN!

Diferensiasi konten berkaitan erat denga APA yang dipelajari siswa. Di sinilah guru harus memilih atau mempertimbangkan materi apa dan dalam bentuk apa yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, apakah materi yang sederhana, kompleks, nyata, abstrak, disampaikan dengan  lebih lambat atau lebih cepat, dalam bentuk tulisan, suara, atau video. Mungkin sahabat berpikir, kog ribet amat? Nyantai bro, everything’s gonna be alright. Sahabat kan mau memuliakan siswa.

Tomlinson memberikan contoh penerapan diferensiasi konten seperti berikut ini:

Siswa di sebuah sekolah menengah kelas sains membahas tentang mamalia. Guru merencanakan beberapa pendekatan untuk memperkenalkan konsep, istilah, dan informasi tentang mamalia kepada siswa. Guru menunjukkan 5 gambar mamalia kepada siswa dan mempersilakan siswa memilih mamalia mana yang lebih mereka sukai untuk diinvestigasi lebih jauh. Ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan minat siswa. Setelah membagi kelompok, kemudian guru memberi setiap kelompok investigasi beberapa cara untuk belajar tentang mamalia yang dipilih oleh anggota kelompok tersebut. Selanjutnya guru menyediakan bacaan berupa sekumpulan buku terkait 5 mamalia tadi dengan tingkat bahasa yang bervariasi. Hal ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan kesiapan siswa. Selain itu, guru juga mempersiapkan informasi tentang 5 mamalia tadi dalam bentuk audio, video, dan websites yang dapat didengar, ditonton maupun diakses oleh siswa sebagai bentuk diferensiasi konten berdasarkan profil belajar siswa.

 

PROSES: HOW STUDENTS LEARN IT!

Diferensiasi proses berkaitan dengan pemilihan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:

apakah kegiatan pembelajaran dilakukan secara individu atau berkelompok

apakah siswa mengerjakan tugas secara mandiri atau bersama

dikerjakan sambil mendengarkan musik atau harus senyap

dengan duduk di lantai atau duduk di kursi

apakah masih perlu bimbingan intensif atau hanya dengan sedikit bimbingan saja

apakah materi disampaikan dengan agak lambat atau cepat.

Yang saya pahami dari paparan Tomlinson bahwa diferensiasi proses itu dekat dengan variasi strategi dan metode yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, seperti guru menerapkan jigsaw, think-pair-share, creative problem solving, cooperative controvercy, atau role playing.

 

PRODUK: HOW STUDENTS DEMONSTRATE WHAT THEY’VE LEARNED!

Produk dalam pembelajaran merupakan tagihan atau hasil yang diharapkan dari siswa setelah proses pembelajaran, setelah belajar satu unit, satu semester atau bahkan satu tahun. Produk dapat juga dimaknai sebagai  hasil pekerjaan atau unjuk kerja siswa yang memiliki wujud seperti  hasil tes, tulisan, karangan, pagelaran, pertunjukan, pidato, presentasi, rekaman, diagram dan lain sebagainya yang mencerminkan pemahaman murid. Setelah belajar diharapkan siswa tidak hanya tahu tetapi mampu menggunakan dan mengembangkannya. 

Dua hal yang harus dipedomani dalam mendiferensiasi produk, antara lain:

1. Memberi tantangan dan keragaman

2. Memberi pilihan cara mengekspressikan hasil pembelajaran

Dalam mengimplementasikan pembelajaran diferensiasi produk, guru juga perlu memperhatikan

1. Kualitas produk yang dihasilkan siswa

2. Konten yang terkandung dalam produk

3. Bagaimana siswa menghasilkan produk

Dengan kata lain, guru harus mendampingi siswa menghasilkan produk belajar yang diharapkan. Meminjam istilah Tomlinson, jangan sampai siswa bingung dan frustrasi tanpa mentoring dari guru yang membuat siswa overdoses dalam kebingungan dan frustrasi belajar. Selanjutnya guru wajib membuat rubrik penilaian terhadap produk yang dihasilkan siswa.

Penutup

Baiklah sahabat inspiratif, sebagai penutup saya kutipkan beberapa poin penting yang mendasari pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson:

1. Siswa mungkin memiliki persamaan dalam hobby, bobot badan, sifat, kesukaan dan ketidaksukaan

2. Sebagai manusia tentu siswa memiliki banyak persamaan tetapi sebagai individu mereka berbeda satu dengan lainnya

3. Fakta berbicara bahwa siswa dengan usia yang sama tidak sama dalam hal belajar

Pembelajaran berdiferensiasi:

1.  bukanlah pembelajaran individu

2.  bukan pula pembelajaran yang kacau

3.  bukanlah pembelajaran yang mengelompokkan siswa yang homogen

4.  bukan pula pembelajaran yang “memakaikan baju yang sama” kepada  seluruh siswa

Pembelajaran berdiferensiasi  memiliki esensi:

1. fokus pada pembelajaran bermakna dan pemberdayaan siswa

2. melaksanakan sekaligus memonitor beragam kegiatan di kelas secara bersamaan

3. mengelompokkan siswa secara fleksibel, menampung siswa yang kuat di beberapa bidang dan mungkin lemah di bidang lain

4. pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa

Semoga tulisan ini memberi manfaat dan semakin menguatkan niat Bapak/Ibu untuk segera bergegas menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Mari kita muliakan siswa dengan memahami karakteristik dan kebutuhan belajar mereka. Salam sukses, and have a wonderful day!